Tuesday, April 7, 2015

Jangan Bangga Menjadi Mahasiswa Kalau Masih Buang Sampah Sembarangan



Beberapa bulan silam, di sebuah situs online nasional, merdeka.com (29/12/13)  terbit berita yang menggelitik hati saya. Sebuah kawasan pegunungan di Jawa Tengah yang biasanya dijadikan para mahasiswa yang menamakan dirinya pecinta alam maupun orang-orang yang gemar mendaki, yakni gunung Slamet, tampak begitu kotor dengan tumpukan sampah anorganik yang beragam, seperti botol air mineral, bungkus mie instan, bungkus snack, bungkus perrmen, kantong plastik, dan sebagainya. Hal ini sangat ironis di mana mereka yang menisbatkan dirinya sebagai pecinta alam tapi malah mencemarinya. Terlebih lagi, hal ini terjadi bukan di satu lokasi pendakian saja.
Kemudian saya teringat kembali dengan kebiasaan banyak mahasiswa yang pernah saya saksikan selama ini. Mereka membeli makanan ringan di kantin-kantin. Namun bukan itu masalahnya. Setelah mereka memakannya, kemasannya mereka letakkan begitu saja di mana ia berada ketika makanannya telah habis, lebih parah lagi bila kemasan itu dilempar sembarangan. Padahal, jika mereka ingin bersabar sedikit saja untuk memegangnya, mereka dapat menemukan tempat sampah. Hal lain yang sering disepelekan mereka adalah bungkus permen. setelah permennya dibuka, bungkusnya dibuang sembarangan di hadapan atau samping mereka.
Ini memang bukanlah kasus besar, tidak sebesar masalah global warming yang kian hari kian menghimpit Bumi kita. Juga tak seberbahaya masalah polusi udara oleh kendaraan bermotor yang tiap tahun selalu meningkat jumlahnya. Namun, kebiasaan atau yang lebih senang saya sebut sebagai budaya buang sampah sembarangan ini ibarat gunung es yang suatu saat nanti akan membahayakan Bumi kita. Memang, bila hanya beberapa orang saja yang berkebiasaan demikian, tak akan membuat Bumi krisis, tetapi sayangnya hal tersebut terjadi secara kolektif dan berkelanjutan. Sampah yang seharusnya terorganisir dengan baik itu justru berserakan di mana-mana.
Mengapa sampah tersebut perlu dikelola dengan baik ? Berdasarkan data UNEP, sebuah program Lingkungan PBB, mengungkap bahwa jumlah produksi sampah di sunia saat ini 1,3 miliar ton per tahun dan terus meningkat hingga diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai angka 2,2 miliar ton per tahun (sumber: hijauku.com). Ancaman terburuk dari buang sampah sembarangan ini terjadi di negara berpendapatan rendah seperti Indonesia di mana sampah kebanyakan menumpuk di aliran sungai dan di pintu-pintu air. Bumi akan nampak sangat kotor.
Bila menilik peran mahasiswa sebagai agent of change, tentu hal ini sangat berkebalikan dengan kenyataan saat ini. Mahasiswa yang selayaknya melakukan perubahan ke arah positif demi keselamatan Bumi, dengan kebiasaan membuang sampah sembarangan ini justru membuat perubahan yang terjadi menunjukkan grafik menurun. Apakah para mahasiswa saking ‘sibuk’nya mengkritisi pemerintah, Undang-Umdang, birokrat, sampai-sampai lupa akan hal kecil namun penting ini ?
Mulai saat ini sudah saatnya mahasiswa berhenti mengatakan bahwa masalah sampah ini adalah masalah sepele. Sebab, kebanyakan mahasiswa akan berfikir, “Untuk apa kita mementingkannya, bukankah ada cleaning service, tukang sapu, dan sebagainya,”. Itu benar, namun apakah orang-orang tersebut siap memberssihkan semua tempat yang telah dikotori oleh mahasiswa ?
Sudah saatnya mahasiswa yang berperan penting dalam peradaban, mencemaskan bahaya laten buang sampah sembarangan ini. Dari mahasiswalah budaya buang sampah pada tempatnya harus dihidupkan kembali. Pada generasi-generasi mudalah eksistensi Bumi dipercayakan. Sekarang bukanlah saatnya mencari siapa yang paling bersalah, namun sekarang adalah saatnya mencari siapa yang mau memulai dan mempertahankannya.

No comments:

Terimakasih, Atas Kunjungan Ke

Follow Me

berita populer